Disusun
Oleh :
Faisal
Wibowo: 1110032100018
Saiful
Bahri: 1110032100046
Muhammad
Haikal Rahmatullah: 1110032100011
PENDAHULUAN
Khong Hu
Cu hidup 2.500 tahun lalu, tetapi hingga akhir abad ke-16 ia belum dikenal
orang barat, yaitu ketika namanya dilatinkan menjadi Confucius. Namun kita
tidak pernah bisa berharap seperti apa sebenarnya Khong Hu Cu itu dan apa saja
yang terkandung dalam ajarannya.
Pada
makalah ini akan dibahas mengenai masalah tentang ajaran atau doktrin yang di
kembangkan dalam agama Kong Hu Cu, berikut penjelasan-penjelasan yang akan di
paparkan pada bab-bab terkait.
- Sekilas
Asal Konfusius
Cina
adalah sebuah Negara yang memiliki sejarah cukup panjang, yang konon dimulai
sekitar tahun 2.700 S.M. Cina memiliki tiga agama besar yaitu Konfusianisme,
Taoisme dan Buddhisme. Beberapa sumber
kuno seperti Sje-Tsing (buku puji-pujian, dan Shu Ching (Buku Sejarah). Memberi
kesan bahwa bangsa Cina purba menganut faham Monoteis, yaitu percaya pada satu
Tuhan, nama yang diberikan untuk Tuhan mereka adalah Shang-Ti (Penguasa
Tertinggi), dan Thien (Sorga).
Akan
tetapi dalam perkembangan sejarah Cina, kepercayaan yang semula pada satu Tuhan
menjadi kacau karena bangsa Cina mulai mempercayai roh-roh halus dan roh-roh
nenek moyang yang semuanya itu mereka puja dalam upacara-upacara pengorbanan.
Kira-kira pada abad VI S.M, kehidupan serta moral bangsa Cina mulai merosot.
Dalam situasi
seperti ini lahirlah konfusius, atau Kong Hu Tzu atau Kong Fu Tze, yang
kemudian ajaran-ajarannya kemudian sangat berpengaruh besar dalam kehidupan
bangsa Cina. Selama hampir 25 abad Konfusius dianggap sebagai guru pertama oleh
orang-orang Cina. Hal ini tidak berarti bahwa sebelum Konfusius tidak ada guru
di Cina, melainkan merupakan pengakuan dari bangsa Cina bahwa Konfusius berada
pada tingkat paling atas dari semua guru tersebut.[1]
- Ajaran
Tentang Tuhan
Agama Kongfutzu,
atau biasa dibunyikan dengan Kong Hu Cu, di kaitkan dengan nama pendiri agama
ini yaitu Kung Fu Tze (551-479 SM). Ada yang menilai bahwa ajaran Kung Fu Tze
bukanlah suatu agama melainkan hanyalah ajaran tentang nilai-nilai (Ethika)
saja, karena Kung Fu Tzu sendiri menghindarkan diri untuk berbicara tentang
alam gaib. Akan tetapi R.E Hume, Ph.D. dalam bukunya The World`s Living
Religions Edisi 1950 menjelaskan bahwa sistem ajaran Kung Fu Tzu itu mengenal
pengakuan terhadap kodrat maha Agung (Supreme Being), serta mempercayai
pemujaan terhadap arwah Nenek Moyang (Ancetors-Worship), juga mengajarkan tata
tertib Kebaktian. dengan landasan inilah seiring perkembangan zaman ajaran Kung
Fu Tze termasuk kepada ajaran keagamaan.[2]
Dalam
agama Konghucu istilah Tuhan disebut dengan Thian dan bukan Allah seperti yang
terdapat dalam agama Kristen dan islam. Istilah Tuhan Yang Maha Esa (Thian atau
Shang Ti) banyak diulas dalam kitab-kitab agama Konghucu. Berikut contohnya :
Nama Kitab
|
Isi
|
She Cing
|
“Kekuasaan dan bimbingan dari Thian (Tuhan
Yang Maha Esa) sangat luas dan dalam hal ini diluar jangkauan suara,
sentuhan, atau penciuman” (She Cing IV Wen Wang 1/7)
|
“Oh betapa besarnya kekuasaan Shang Ti (Tuhan
Yang Maha Esa) yang memerintah dan membimbing seluruh umat manusia” (She Cing
IV Thang I/I)
|
|
Lun Yu (Lun Gi)
|
“Dia yang telah berdosa pada Thien, berdoa
pun tidak akan bermanfaat” (Lun Gi III : 13)
|
Tai Hak
|
“didalam kitab sanjak tertulis, sebelum
kerajaan Len kehilangan kedaulatannya laksana di bawah pimpinan Tuhan Yang
Maha Tinggi (Siang Tee)…” (Tai Hak X : 5)
|
Tiong Yong
|
“Firman Thian, (Tuhan Yang Maha Esa) itulah
dinamai watak sejati. HIdup mengikuti watak sejati itulah dinamai menempuh
jalan suci. Bimbingan menempuh jalan suci itulah dinamai agama.” (Tiong Yong,
Bab utama : 1)
|
Bing Cu
|
“Bagaimanakah Sun memperoleh dunia ini? Siapakah
yang memberinya? Thian Yang memberinya!.” (Bing Cu VA 5 : 3)
|
Dari
beberapa kutipan kitab-kitab diatas dapatlah dikatan bahwa Kong Hu Cu tidak
hanya berbicara tentang moral atau etika semata, melainkan juga berbicara
tentang Tuhan Yang Maha Esa (Thian atau Shiang Ti). Thian adalah sumber dari
segala yang ada di dunia ini. Konsep Thian yang digambarkan dalam kitab-kitab
di atas adalah yang bersifat roh, Tuhan Yang Maha Esa (Siang Ti).[3]
Kung Fu
Tze, dengan begitu mengakui perwujudan alam gaib dan kodrat gaib yang bersifat
menentukan kehidupan manusiawi. Tetapi dia sendiri tidak melakukan pembahasan
tentang alam gaib maupun kodrat gaib itu. Agama Konghucu adalah agama monoteis,
percaya hanya pada satu Tuhan, yang biasa disebut Thian, Tuhan Yang Maha Esa
atau Shang Ti (Tuhan Yang Maha Kuasa). Tuhan dalam konsep Konghucu tidak dapat
diperkirakan dan ditetapkan. Dalam Yijing dijelaskan bahwa Tuhan itu Maha
Sempurna dan Maha Pencipta (Yuan) ; Maha Menjalin, Maha Menembusi dan Maha
Luhur (Heng) ; Maha Pemurah, Maha Pemberi Rahmat dan Maha Adil (Li), dan Maha
Abadi Hukumnya (Zhen).[4]
Selain
Thian atau Shang Ti ada kata lain yang berkaitan dengan agama Konghucu yaitu
Thian Li dan Thian Ming, Thian Li adalah hokum-hukum dan peraturan yang
bersumber dari Thian (firman Tuhan), sedangkan Thian Ming adalah Sesuatu yang
telah dijadikan atau yang telah terjadi.[5]
- Ajaran
Tentang Keimanan
Penyebaran
ajaran-ajaran Kong Hu Cu dimulai tidak lama setelah dia meninggal dunia.
Setelah berkabung karena kematiannya pendirinya yaitu Kong Fu Tze, para murid
Kong Fu Tze menyebarkan dan masing-masing menempuh jalannya sendiri-sendiri
dalam melanjutkan pekerjaan penyebaran agamanya. Akan tetapi akibat
perbedaan-perbedaan yang semakin lama semakin bertambah besar karena
masing-masing mengembangkan sistem pemikiran tersendiri, sesuai dengan
kepentingan dan keyakinannya.
Menurut Hs.
Thjie Tjay Ing ajaran keimanan Konghucu diadopsi dari kata “Sing” artinya
Sempurna kata, batin dan perbuatan, merupakan bentuk dari rangkaian kata “Gan”
artinya berbicara/sabda/kalam dan “Sing” artinya sempurna atau jadi. Berikut
adalah penggalan ayat dalam kitab Su Si yang berkaitan dengan Keimanan :
“Iman
itulah jalan suci Tuhan, Tuhan Yang Maha Esa; berusaha ber-oleh iman, itulah
jalan suci manusia; yang beroleh iman ialah orang yang telah memilih kepada
yang baik lalu didekap sekokoh-kokohnya”. (Bingcu IVA 12 : 2). Keimanan kaum
Kong Hu Cu (Konfusius) tidak lepas dari kitab suci agama itu sendiri yang
diyakini ditulis oleh Konfusius sendiri yaitu :
Shu
Ching, Buku tentang sejarah. Aslinya mengandung 100 dokumen sejarah sejarah
dinasti-dinasti kuno Cina dan mencakup suatu periode yang dimulai dari abad
ke-24 S.M. sampai abad 8 S.M. Konfusius dikatakan telah menyusun
dokumen-dokumen ini secara kronologis dan menulis kata pengantarnya. Dokumen
ini tercampur dengan ajaran-ajaran agama dan moral.
Shing
Ching, yaitu buku tentang puisi, yaitu kumpulan sajak-sajak yang popular
yang ditulis lima ratus tahun pertama dari dinasti Chan.
Yi Ching, Buku
tentangperubahan-perubahan. Buku ini mengemukakan system yang sangat fantastis
menyangkut filsafat dan menjelaskan apa yang disebut dengan prinsip Yin
(wanita) dan Yang (pria).
Li, Chi, buku
tentang upacara-upacara. Konfusius menyetujui beberapa upacara tradisional
untuk mendisiplinkan rakyat dan membawakehalusan budi, keagungan dan kesopanan
kedalam tingkah laku sosial mereka.
Yeo, buku tentang
music. Pada zaman konfusius music berhubungan erat dengan puisi, sehingga
ketika ia menerbitkan sajak-sajak kuno ia juga menyusun pasangannya berupa
music untuk setiap sajak yang telah diseleksinya.
Chu`un
Ch`ii, tentang sejarah musim semi dan musim rontok, yaitu catatan
kronologis tentang peristiwa-peristiwa di negri Lu mulai tahun pertama
pemerintahan pangeran Yiu (722 S.M) hingga tahun keempat belas dari
pemerintahan pangeran Ai (481 S.M).[6]
Dalam
agama Kong Hu Cu ada yang disebut pengakuan Iman, diantaranya ada delapan
Pengakuan Iman (Ba Cheng Chen Gui / Pat Sing) dalam agama Khonghucu:
- Sepenuh
Iman kepada Tuhan Yang Maha Esa (Cheng Xin Huang Thian)
- Bu
Ji Bu Gi (jangan mendua hati, jangan bimbang)
- siang
tee liem li (tuhan yang maha tinggi besertamu)
- Sepenuh
Iman menjunjung Kebajikan (Cheng Juen Jie De)
- bu
wan hut kai (tiada jarak jauh tak terjangkau)
- khik
hiang thian siem (sungguh hati tuhan merahmati)
- Sepenuh
Iman Menegakkan Firman Gemilang (Cheng Li Ming Ming)
- cun
siem yang sing (jagalah hati rawatlah watak sejati)
- cik
tis u thian (demikian mengenal / mengabdi tuhan)
- Sepenuh
Iman Percaya adanya Nyawa dan Roh (Cheng Zhi Gui Shen)
- Cien
siu kwa yok (tekunlah membina diri, kurang keinginan)
- hwat
kai toing ciat (bila nafsu timbul, jagalah tetap dibatas tengah)
- Sepenuh
Iman memupuk Cita Berbakti (Cheng Yang Xiao Shi)
- liep
sien hing too (tegakkan diri menempuh jalan suci)_
- I hian
hu boo (demi memuliakan ayah bunda)
- Sepenuh
Iman mengikuti Genta Rohani Nabi Kongzi (Cheng Shun Mu Duo)
- ci cun
ci sing (yang terjunjung, nabi agung)
- ing
poo thian bing (yang dilindungi firman tuhan)
- Sepenuh
Iman memuliakan Kitab Shu Si dan Wu Jing (Cheng Qin Jing Shu)
- thian
he tai king (kitab suci besar dunia)
- liep
bing tai pun (pokok besar tegakkan firman)
- Sepenuh
Iman menempuh Jalan Suci (Cheng Xing Da Dao)[7]
- su
ji put li (sekejap pun tidak terpisah)
- bu
kiong ci hiu (tempat sentosa yang tanpa batas).[8]
- Ajaran
Tentang Hidup Setelah Mati
Dalam
agama Konghucu ajaran hidup setelah mati di refleksikan melalui Pemujaan arwah
nenek moyang yang merupakan tradisi bagi bangsa Tionghoa sejak masa sebelum
Kung Fu Tze. Tradisi tersebut dikukuhkan oleh Kong Fu Tze karena dipandangnya
suatu sumber azasi baik nilai-nilai lainnya.
“Layanan
cinta kasih dan takzim kepada ibu-bapa sewaktu hidup. Dan berduka cita serta
berkabung sewaktu mereka meninggal dunia: sekaliannya itu kewajiban asazi bagi
yang hidup.” (SBE, 3 : 488). Menurut kepercayaan, ibu-bapa yang telah
meninggal tetap hidup berkelanjutan dan tetap mengawasi turunannya. Persembahan
makanan pada waktu-waktu tertentu itu bukan bersifat korban tebusan, tetapi
perlambang santap bersama yang dipandang sakral.[9]
Karakteristik
umum dalam agama orang Cina pada masa Konfusius adalah penyembahan leluhur.
Penyembahan leluhur adalah pemujaan roh-roh orang mati oleh kerabatnya yang
masih hidup. Mereka percaya bahwa kelanjutan kehidupan roh-roh leluhurnya
tergantung dari perhatian yang diberikan oleh para kerabatnya yang masih hidup.
Mereka juga menyakini bahwa para roh tersebut dapat mengendalikan peruntungan
keluarga.
Jika
keluarga menyediakan kebutuhan roh para leluhur, sebagai imbalannya, roh para
leluhur itu akan membawa hal-hal baik yang terjadi dalam kehidupan keluarga.
Namun, jika para leluhur diabaikan, diyakini bahwa semua hal yang buruk akan
menimpa keluarga. Akibatnya, orang yang hidup terkadang hidup dalam ketakutan
kepada mereka yang telah mati. Richard C. Bush menyatakan:
“Penyembahan
leluhur oleh keluarga kerajaan dan rakyat jelata mengungkapkan beberapa alasan mengapa
mereka melakukannya. Mereka ingin para leluhur dapat hidup di luar kubur,
menjalani hidup sama seperti bagaimana mereka hidup di bumi; oleh karena itu,
yang masih hidup mencoba untuk memberikan apapun yang sekiranya diperlukan.
Alasan kedua adalah bahwa jika mereka tidak diberi makanan, senjata, dan
perlengkapan yang diperlukan untuk bertahan hidup di luar sana, para leluhur
dapat mendatangi mereka sebagai hantu dan membawa masalah bagi yang hidup.
Hingga kini, orang Cina merayakan "Festival Hantu Lapar", menaruh
makanan dan anggur di depan rumah untuk memuaskan roh leluhur atau hantu yang
tidak diperhatikan keturunannya yang kemudian menghantui. Motif ketiga adalah
untuk memberitahu para leluhur apa yang terjadi pada masa kini, dengan harapan
para roh leluhur itu, entah bagaimana caranya, mengetahui bahwa semuanya
baik-baik saja sehingga mereka dapat hidup dengan damai. Dan alasan terakhir,
pemujaan roh leluhur menunjukkan harapan bahwa para leluhur akan memberkati
keluarga yang masih hidup, dengan anak-anak, kemakmuran, keharmonisan, dan
segala yang berharga. (Richard C. Bush, The Story of Religion in China, Niles,
IL: Argus Communication, 1977, hal. 2)”[10]
Untuk
membuktikan bahwa Konghucu benar-benar telah mengajarkan kehidupan setelah
mati, Haksu Tjie Thay Ing mengutip ayat-ayat sebagai berikut: “semangat
atau jiwa rohani (khi) itulah perwujudan tentang adanya roh (sien); kehidupan
jasad (phik) itulah perwujudan tentang adanya nyawa/jiwa badani (kui). Bersatu
harmonisnya nyawa dan roh dalam kehidupan ini adalah tujuan pengajaran agama.
Semua yang dilahirkan tumbuh berkembang pasti mengalami kematian, yang mati itu
berpulang kepada tanah, inilah yang berkaitan dengan nyawa atau jiwa badani.
Semangat atau jiwa rohani itu naik ke atas, memancar cemerlang (seolah)
diantara semerbaknya bau dupa, itulah sari berates benda dan makhluk. Itulah
kenyataan adanya roh”. (Lee ki XXIV : 13)[11]
Dalam
masyarakat cina khususnya kaum Konfusianisme, ajaran tentang Tuhan dan
kehidupan setelah mati tidak ditolak, dan juga tidak ditekankan untuk
diketahui. akan tetapi ajaran ini secara samar-samar diakui sebagai yang
kongkrit. Berbeda dengan agama islam, Tuhan dan kehidupan setelah mati di
uraikan secara jelas dan dogmatis (rukun Iman).
DAFTAR PUSTAKA
Ali, Mukti. Agama-agama di Dunia, IAIN
Sunan Kalijaga Press, Yogyakarta. 1988.
Tanggok, M. Ikhsan. Mengenal Lebih Dekat
“Agama Konghucu di Indonesia” (Pelita Kebajikan : 2005)
Sou`yb, Joesoef. Agama-agama Besar didunia,
Al-HUsna Dzikra, Jakarta, 1996.
[1]
Mukti Ali, Agama-agama di Dunia, (Yogyakarta : IAIN PRESS, 1988) hal. 217
[2]
Joesoef Sou`yb, Agama-agama Besar di Dunia, (Al-husna Zikra: 1996) hal. 167
[3]
M. Ikhsan Tanggok, Mengenal Lebih Dekat “Agama Konghucu di Indonesia” (Pelita
Kebajikan : 2005) hal. 43-48
[5]
M. Ikhsan Tanggok, Op cit, hal. 48-49
[6]
Mukti Ali, Op cit. hal. 227
[8]
M. Ikhsan Tanggok, Op cit, hal. 53-54
[9]
Joesoef. Op cit. hal. 180
[11]
M. Ikhsan Tanggok, Op cit, hal. 57
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusBerkemungkinan Kong Fu Tze adalah salah seorang Nabi Allah juga yang diutus ke bangsa Tiongkok untuk meluruskan ajaran Tauhid yang mulai menyimpang dari ajaran para nabi terdahulu. Sebagaimana uraian di atas ketika Kong Fu Tze belum lahir orang-orang Cina larut dalam penyembahan terhadap roh-roh dan kekuatan alam yang diwujudkan dalam bentuk dewa-dewa serta patung-patung mereka. Namun disayangkan beberapa masa setelah Kong Fu Tze meninggal dunia bangsa Tiongkok kembali menyembah roh-roh dan dewa-dewa mereka kembali. Demikian hebatnya Iblis memperdaya anak cucu Adam sehingga mereka kembali menyembah berhala-berhala meskipun sudah diutus para nabi kepada mereka. Sejarah Kong Fu Tse ini mirip dengan Zarathustra yang membawa agama Tauhid (mengesakan Tuhan) kepada bangsa Persia. Hal ini ditegaskan oleh Nabi Muhammad yang pernah mengatakan bahwa “Sesungguhnya penduduk Persia tatkala Nabi mereka meninggal maka Iblis menjadikan Almajusiyyah (agama penyembah api) sebagai pengganti agama nabi mereka." (Hadis Riwayat Abu Daud no. 2645).
BalasHapusAjaran konfusius sekarang banyak yang berkurang, atau tidak sama dengan aslinya di karenakan pada zaman kaisar sih huang ti, kitab-kitab ajaran khong hu cu banyak yang di bakar…walaupun sebagian sudah disalin, tapi bisa jadi ayat-ayat yang berhubungan dengan ketuhanan dan cara ibadahnya mungkin banyak yang dikurangi sehingga ajaran Kong Fu Tze mengenai Tuhan Yang Maha Esa menjadi kabur dan cara peribadatan kepada Tuhan Yang Maha Esa tersebut sudah tidak tampak lagi pada saat sekarang. Hal ini mirip juga dengan kitab agama Zoroaster yang dibakar habis oleh Alexander the great dari Yunani yang menjajah Persia sehingga kitab Zend Avesta sekarang sudah tidak asli lagi karena ditulis orang kemudian sesuai dengan ingatan mereka masing-masing dan tentu bercampur juga dengan kebudayaan dan pendapat mereka sendiri pada kitab tersebut.