I.
Ajaran perkawinan dalam agama Konghucu
- Pengertian Perkawinan
Perkawinan yang lebih dikenal deganistilah pernikahan menurut Kamus
besar Bahasa Indonesia, berasal dari kata dasar nikah mendapat awalan per
dan akhiran an menjadi pernikahan yang berarti “melakukan perbuatan
nikah”.[1]
Sedangkan menurut R. Sardjono menyebutkan bahwa sebagai ikatan batin,
perkawinan juga mengisyaratkan bahwa batin suami isteri tersebut terkandung
niat yang sungguh-sungguh untuk hidup bersama-sama sebagai suami isteri dalam
membentuk dan membina keluarga bahagia dan kekal. Sementara itu, Vasanty
mendefinisikan bahwa perkawinan adalah “menutup masa tertentu dalam kehidupan
seseorang yaitu msa bujang dan masa hidup tanpa beban keluarga, khususnya pada
orang Cina. Seseorang baru dianggap dewasa atau menjadi orang bila ia telah
menikah”.
Pengertian menurut agama Konghucu adalah “salah satu tugas suci manusia
yang memungkinkan manusia melangsungkan sejarahnya dan mengembangkan
benih-benih firman Thian, Tuhan Yang Maha Esa, yang berwujud kebajikan,
yang bersemayam di dalam dirinya serta, selanjutnya memungkinkan manusia
membimbing putra dan putrinya”.[2]
- Hukum Perkawinan
Dengan ditetapkannya Undang-undang Republik Indonesia No. 1 Tahun 1974
tentang perkawinan, maka telah dikeluarkan hukum perkawinan agama Konghucu di
Indonesia pada Tahun 1975. Menurut agama Konghucu, bila seseorang hendak
melakukan perkawinan, maka ia diharukan terlebih dahulu diharuskan untuk
mengetahui hukum perkawinannya.
Ada beberapa hal yang perlu diketahui oleh kedua calom mempelai. Hal-hal
tersebut adalah sebagai berikut :
- Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria
dengan seorang wanita dengan tujuan membentuk keluarga bahagia dan
melangsungkan keturunan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
- Dasar perkawianan umat Konghuchu adalah monogamy demi
tercapainya tujuan perkawinan yang suci murni.
- Perkawinan harus berdasarkan kemauan/persetujuan kedua
calon mempelai, tanpa adanya pakasaan dari pihak manapun.
- Kedua calon mempelai masing-masing belum/tidak terikat
dengan pihak lain yang dianggap sebagai hidup berumah tangga.
- Pengakuan iman wajib bagi calon mempelai sehingga
benar-benar dewasa bukan saja dari segi usia tetapi juga dalam berfikir,
bertindak, bertingkah laku, dan lain sebagainya.
- Pada waktu acara peneguhan perkawinan harus dihadiri
oleh kedua belah pihak orang tua / wali mempelai demi kerukunan,
kedamaian, kemajuan dan kebahagiaan kedua empelai sepanjang hidupnya, maka
yang menyulut lilin pada altar persembahyangan adalah kedua belah pihak
orang tua/ wali mempelai sebagai lambing merestui perkawinan kedua
mempelai.
- Bilamana salah satu atau kedua belah pihak tidak
memenuhi syarat-syarat dalam hukum perkawinan, maka upacara peneguhan
perkawinan bisa dibatalkan.
- Perkawinan tidak bermaksud menceraikan seseorang dari
bunda maupun keluarganya karena telah membangun mahligai baru, melaikan
menyatukan keluarga yang satu dengan yang lain, memupuk rasa persaudaraan
yang luas di antara manusia adalah bersaudara.
- Karena tujuan perkawinan membentuk keluarga harmonis, damai,
maju, dan bahagia lahir dan batin, maka hokum perkawinan ini pada
dasarnyatidak mengenal perceraian.[3]
- Maksud dan Tujuan Perkawinan
Tugas suci dan mulia, manusia yang memungkinkan manusia melangsungkan
sejarah dan mengembangkan benih-benih firman Tuhan Yang Maha Esa yang berwujud
kebajikan antara lain berupa cinta kasih, kebenaran, keadilan, kewajiban dan
susila.
Adapun tujuan perkawinan menurut agama Konghucu adalah untuk membentuk
keluarga yang harmonis, damai dan bahagia. Karena tujuan perkawinan ini menurut
adanya keharmonisan, kedamaian dan kebahagiaan, maka hukum perkawinan dalam
agama ini pada dasarnya tidak mengenal perceraian. Karena tidak mengenal
perceraian, maka sangat wajar bila perkawinan umat Konghucu senantiasa
mengalami kedamaian, kebahagiaan, dan keharmonisan.
- Peran dan Fungsi Perkawinan
Salah satu pranata sosial yang sangat penting bagi masyarakat,karena
melalui perkewenangan terbentuk keluarga sebagai salah satu unit sosial
terpenting dalam masyarakat. Berfungsi mewujudkan adanya keluarga da memberikan
keabsahan ataustatus kelahiran anak, dan juga mewujudkan adanya hubungan di
antara kerabat-kerabat dari pasangan tersebut. Menurut agama konghucu,
perkawinan juga tidak terlepas dari masalah peran dan fungsi. Fungsi ini
mewujudkan pertanggung jawaban untuk manusia kepada kesadaran menjalankan
norma-norma keutamaan dalam kitab suci agama Koghucu.
- Bentuk Upacara Perkawinan Konghucu
- Adat dan Upacara Sebelum Perkawinan
Upacara pekawinan yang dilakukan oleh umat Konghucu tidak terlepas dari
nilai-nilai budaya masyarakat Cina keturunan maupun nilai-nilai agama yang
mereka yakini keberadaannya. Upacara
perkawinan ini mempunyai ciri khas tersendiri yang dapam membedakannya dengan
masyarakat dan agama lain di Indonesia.
Berbagai upacara dilakukan sebelum dilangsungkan perkawinan. Seperti
upacara Lamaran, ikatan pertunangan dan upacara penentuan hari perkawinan.
Misalanya lamaran dengan memerlukan walinya dan mencari wali untuk saat melamar
perempuan yang ingin di lamar, di sambung dengan pertunangan jadi dengan dua
belah pihak di temukan dan membicarakan tanggal dan sebagainnya untuk acara
pernikahan tersebut. Adapun cara pertunangan di lingkungan keluarga umunya
dilakukan dirumah pihak perempuan dan pihak laki-laki, jalan upacara
pertunangan sebagai berikut :
1)
Jalannya upacara dipimpin oleh Kausing (Penebar
Agama), Bunsu (Guru Agama) dan Haksu (Pendeta).
2)
Melakukan sembahyang kepada Thian (Tuhan Yang Maha Esa)
dilakuakn di dpean pintu atau altar terbuka dengan cara menghadapa ke langit.
3)
Setelah itu melakukan sembahyang pada arwah leluhur.
Perkawinan upacara penentuan hari pernikahan dilaksanakan di rumah calon
mempelai wanita dengan maksud untuk mendapatkan kesepakatan tentang pelaksanaan
hari perkawinan. Pada saat upacara penentuan hari perkawinan ini, kedua belah
pihak berunding tentang saat pelaksanaan hari perkawinan.[4] Pada
saat penentuan hari perkawinan dalam agam konghucu ini biasanya dari pihak
laki-laki membawa berbagai macam antaran. Yaitu :[5]
- Dua batang merah lilin besar yang berarti penerangan
lahir batin
- Dua buah amplom merah (ang pao) yang didalamnya
bisikan uang.
- Pakian wanita, sepatu, sandal, alat-alat kosmetik serta
perhiasan.
- Buah-buahan , semuanya dimasukkan ke dalam peti merah.[6]
Setelah selesai, pembawa acara mempersiapkan wakil dan pihak laki-laki
untuk memberi kata sambutan, sebagai ucapan terima kasih kepada pihak perempuan
yang bersedia menerima mereka dan sekaligus menyerahkan semua barang yang
dibawa kepada pihak wanita.
Acara tersebut ditutup dengan barang-barang antaran dari pihak perempuan
kepada pihak laki-laki. Biasanya berupa pakian pria dan sebagainnya. Pihak
laki-laki dan keluarga pulang dan selesai menentukan hari perkawinan.[7]
- Adat dan Upacara pada saat Perkawinan
Upacara tersebut menggunakan pakaian khusus pernikahan ada Tionghoa.
Jika perkawinan sudah tiba, pertama-tama pertama pengantin dirias duduk da nada
banyak yang berhiasan melamabangkan warna merah (Thay kek). Kilin untuk
laki-laki dan Hong Hong bagi pengantin wanita.
Pada saat dilakuakn upacara Cio Thau dibutuhkan seorang anak
kecil Shio Liang atau Shio Houw umtuk melakukan upacara permulaan
menyisir rambut pengantin, kemudian dilanjutkan oleh tukang rias yang
mewajibkannya. Sewaktu pengantin laki-laki hendak maju ke rumah pengantin
wanita, terlebih dahulu diadakan upacara Khibe : suatu pesta kecil bersama
kawan dan sahabat. Lalu pengantin
berangkat diiringi dengan tetabuhan dan dipasangi petasan. Memasang
petasan berdasarkan atas suaranya yang diumpamakan suara Guntur, karena siluman
memang sanagt takut akan Guntur. Maka suara petasan itupun berarti mengusir
segala setan dan siluman.
Sesampai di rumah laki-laki, mereka terus masuk ke kamar pengantin yang
di dalamnya sudah tersedia sebuah meja dengan 12 macam King Ua yaitu
sejenis bahan makanan yang disate dan diatur dengan alat-alat istimewa. Di
samping itu, terdapat pula beberapa macam makanan yang diatur diatas meja lain,
2 kursi, 2 cangkir wedang onde dan 2 buah mangkok lengkap dengan sumpitnya.
Sepasang lilin besar yang menyala menjadi perhiasan istimewa. Kedua pengantin
ini berbeda di bawah Mak Comblang (Bwee Jien : orang yang perantara
dirangkaikan perjodohan itu dan bertugas untuk menjajaki anggapan pihak lain)
Biasanya beberapa hari setelah selesai melaksanakan perkawinan,
pengantin tersebut pergi ke kantor Catatan sipil untuk mencatat mengenai
perkawinan yang telah mereka lakukan di Majlis atau Lithang. Pencatatan
ke kantor Catatan Sipil merupakan salah satu bukti otentik bagi mereka bahwa
kedua pasangan ini diakui secara sah sebagai suami istri.[8]
- Adat dan Upacara sesudah Perkawinan
Upacara perkawinan orang Tiongkok di Indonesia adalah tergantung pada
agama yang dianut. Oleh karena itu, upacara perkawinan orang Tionghoa di
Indonesia amat berbeda antara satu dengan yang lainnya.
Upacara yang dilakukan sesudah perkawinan terbagi kedalam dua bagian
yaitu upacara pulang tiga hari dan upacara pulang sebulan. Kedua upacara
tersebut merupakan rangkaian pelaksanaan upacara yang dilakukan sesudah upacara
perkawinan. Menurut tradisi China, setelah melakukan upacara perkawinan masih
terdapat tradisi yang dikenal dengan istilah Upacara pulang tiga hari.
Upacara pulang tiga hari itu untuk pengantin baru dan untuk menjenguk
orang tua, sanak keluarga yang lebih tua baik dari suami ataupun istri hal ini
dilakuakn sebagai ungkapan rasa terima kasih atas segala doa restu, batuan
moral maupun materil dari para sesepuh. Dalam kunjungan biasanya mereka membawa
buah-buahan dan kue sebagai tanda terima kasih. Selain itu, mereka juga
melakukan sembahyang sebagai ucapan terima kasih atas segala doa restu dari
para leluhur, dengan menghadap altar keluarga yang ada di rumah[9].
Upacara pulang sebulan merupakan salah satu rangkaian upacara yang
dilakukan setelah melaksanakan perkawinan. Setelah perkawinan sebulan , mereka
juga mengunjungi orang tua untuk menyampaikan terima kasih dan mohon nasehat,
biasanya mereka bermalam di rumah orang tuanya, bila tidak menetap disana
upacara sebulan berjalan tidak khusus dengan melakukan upacara sendiri, namun
ini hanyalah tradisi yang seringkali harus mereka lakukan.
Upacara-upacara seperti yang dipaparkan di atas baik sebelum, pada saat
maupun sesudah perkawinan memiliki keterkaitan antara yang satu dengan yang
lainnya secara keseluruhan sebagai suatu perceraian yang sesuai dengan adat dan
upacara yang berlaku pada massyarakat China. Dengan demikian upacara perkawinan
yang dilakukan oleh umat Konghucu tidak terlepas dari nilai-nilai budaya
masyarakat Cina keturunan maupun nulai-nilai agama yang mereka yakini
kebenarannya.
- Upacara Pernikahan - Chio Thau
Upacara Chio Thau
adalah upacara pernikahan tradisional Peranakan lengkap dengan segala
pernak-pernik upacara yang menyertainya. Disebut Chio Thau ―artinya ‘mendandani
rambut/kepala’ (to dress the hair), bukan ‘naik ke kepala’―karena, dalam bagian
terpenting upacara ini, di atas sebuah tetampah besar warna merah terlukis
yin-yang dan menghadap sebuah gantang (dou, tempat menakar beras), pengantin
(laki-laki dan perempuan) disisiri oleh ibunya sebanyak tiga kali; setiap
sisiran dibarengi dengan doa-doa tertentu: misalnya: sisiran pertama agar si
pengantin diberi jodoh yang panjang, sisiran kedua: banyak rejekinya, sisiran
ketiga: anak-anaknya semua menjadi orang yang membanggakan, dan sebagainya.
Upacara
Chio Thau ini berasal dari daerah Fujian Selatan (Minnan) semasa periode
dinasti Qing (1644-1911), dan mungkin sudah tidak diketemukan lagi di Tiongkok,
setelah terjadinya dua revolusi besar di sana. Revolusi itu Revolusi Xin Hai
1911, yang menyingkirkan semua produk budaya zaman Qing, dan Revolusi Kebudayaan
1966-1976, yang menghancurkan semua produk budaya yang dinilai feodalistik dan
kapitalistik. Di kalangan Peranakan di Indonesia (Tangerang, Padang dan
Makassar) dan juga di Malaysia (Melaka, Pulau Pinang)-Singapura, upacara
perkawinan tradisional Chio Thau terselamatkan dari kepunahan, karena kaum
Peranakan tidak terlalu terpengaruh oleh segala pergolakan politik yang terjadi
di Tiongkok, dan hanya memandang upacara pernikahan tradisional Chio Thau
sebagai pusaka budaya warisan kakek-moyang mereka yang harus mereka pertahankan
mati-matian sebagai identitas budaya mereka. Sedemikian pentingnya Chio Thau
dalam pandangan kaum tradisionalis Peranakan, sehingga kaum Peranakan di
beberapa daerah tertentu di Tangerang, misalnya, bahkan sampai memandang pernikahan
yang tidak disertai Chio Thau bukan pernikahan yang sah, dan anak-anak yang
dilahirkan dari pernikahan ini pun bukan anak yang sah.
Pakaian
yang dikenakan saat Chio Thau―yakni baju putih-celana putih bagi laki-laki dan
baju putih-kain batik warna dasar merah bermotif bulat-bulat putih, sehingga
dikenal dengan nama Kain Onde―akan disimpan baik-baik dan dikenakan kembali
pada waktu yang bersangkutan meninggal kelak sebagai pakaian mati.
Kembang
goyang adalah beberapa aksesori rambut semacam tusuk konde terbuat dari perak
berwarna keemasan bermotif flora dan fauna yang dianggap membawa keberuntungan.
Di bagian tertentu kembang goyang diberi per (pegas) hingga bergoyang-goyang
saat si pemakai bergerak. Kembang goyang yang khas Jabotabek ini merupakan bukti
alulturasi Tionghoa-non Tionghoa, karena di Tiongkok tidak dikenal; pengantin
di sana mengenakan hongknua (phoenix bonnet) saat menikah.[10]
- Ajaran dalam Kematian Konghucu
- Pengertian Upacara dan Ritual
Upacara merupakan pelaksanaan kegiatan yang di lakukan secara
berkelompok atau sekumpulan manusia atau orang untuk melakukan kegiatan rutin
dalam rangka untuk memringati hari-hari yang bersejarah yang dipimpin oleh
pemimpin yang tertinggi dalam suatu organisasi atau departemen. Sedangkan
Ritual merupakan tata cara keagamaan atau bisa di sebut dengan ucapan suci. Religi
dan ucapan mherupakan unsur dalam kehidupan manusia di dunia.
Upacara da ritual adalah pelaksanaan dalam rangka mencapai tujuan hidup
Agama dengan mempergunakan sarana atau media yang bisasa di sebut dengan
upakara atau banten sebagai pelaksanaan. Upacara itu sulit di pisahkan seumpama
sebutir telur maka kulit luar adalah merupakan upacara atau ritual, ritual ari
telur adalah etika susila, upacara etika atau susila.
- Kematian
Kematian bukanlah suatu hal yang menyenangkan untuk di bicarakan maupun
di persoalkan. Kematian adalah sesuatu yang seram dan menyedihkan, sesuatu yang
benar-benar mematikan suasana, sesuatu yang hanya coock bagi buah pembicaraan
di kuburan.
Menurut cara berpikir orang Buddhis kematian adalah kunci yang membuka
takbir kegelapan dari takbir hidup yang tampak rahasia. Yang apabila pada suatu saat menimpa pada
kita, akan dapat melunakkan hati bagaimanapun kerasnya.
Kematian akan mengikat kita satu sama lain dengan benang emas cinta dan
kasih, dan yang dapat mengenyahkan
rintangan-rintangan hidup berupa klasta, agama , kepercayaan bangsa(suku-suku)
di antara manusia di sunia ini. Kematian meratakan segala-galanya tanpa
kecuali.
- Roh leluhur
Menurt ahli sejarah kebudayaan E.B. Tylor , ia juga berpendirian
bahwa bentuk agama yang tertua adalah penyembahan kepada roh-eoh yang merupakan
personifikasi, (hubungan) dari jiwa-jiwa yang telah meninggal dunia, terutama
nenek moyangnya.
Dewa-dewa yang menjadi pusat orientasi dan penyembahan manusia dalam
tingkat agama seperti itu mempunyai ciri-ciri yang mantap dalam membayangkan
seluruh umatnya, karena tercantum dalam mitologi yang seringkali telah berada
dalam bentuk tulisan.
- Makna dan Fungsi upacara secara umum
·
makna upacara merupakan suatu kegiatan ritual keagamaan yang
dilaksanakan secara berkelompok dilakukan dilingkungan tersebut.
·
Fungsi upacara adalah suatu alat komunikasi atau hubungan
langsung dengan roh leluhur menurut kepercayaan dan keyakinan yang harus
ditaati.[11]
Menurut A.R. Radelife Brown dalam tulisannya The Nature And
Function of Ceremonial yang dimuat dalam buku The Ories of Sosiety
mengulas fungsi upacara sebagai berikit :
a. Dalam tiap tahp penyelenggaraan upacara merupakan
pernyataan dari tingkat pemikiran yang efektif oleh dua atau beberapa orang
sebagai pernyataan solidaritas dan perwujudan kebaikan hati orang-orang yang
terlibat dalam upacara itu.
b. Penyelenggaraan upacara bukannlah pernyataan
perasaan secara spontan melainkan suatu kewajiban dan tugasmasing-masing orang untuk
melaksanakannya dan menyatakan partisipasi dengan memberikan bantuan berupa
hadiah (bingkisan) sehingga dalam upacara itu tampak keramah-tamahan mereka
bertemu dan berfungsi komunikatif.
c. Tiap intansi atau lembaga dari upacara mend=jadi
hokum-hukum dasar dari masyarakat dan menjelaskan tentang keberadaan manusia.
d. Upacara berfungsi memperbaiki atau merubah
pandangan seseorang dan masyarakt karena adanya saling bertemu dan
berbincang-bincang memupuk saling memberi dalam mengukuhkan tata tertib
masyarakat.
- Makna dan fungsi kematian secara umum
· Makna kematian menyadarkan manusia untuk tidak
bersikap sombong kepada orang lain dan lebih bersikap cinta kasih kepada ornag
lain.
· Fungsi kematian meninggalkan duka yang sangat
mendalam bagi keluarga yang ditinggalkan atau adanya rasa kesedihan.
- Ajaran-ajaran kematian
Kematian itu sendiri Rohnya akan naik kepada Sang Pencipta Rohnya yang
bersifat negative (Yin) naik pada sikap positif (Yang). Nabi Konghucu bersabda
: “bila ornag yang melakukan
penghormatan kepada sampai dahi menyentuh tanah (Khee Song) ini
menunjukkan keptuahan yang sungguh. Bila lebih dahulu menundukkan kepala sampai
kaki menyentuh tanaj baru menghormati dengan Pai,itu menunjukkan kepada yang
sangat dalam.
Ajaran-ajaran kematian dalam Agam Konghucu merupakan suatu ajaran yang
harus ditaati oleh umat Konghucu. Dan di dalam kitabnya dijelaskan bahwa
manusia berasal dari buni dan akan kembali kebumi. Dan seorang anak harus
berbakti kepada orang tuanya dari ia masih hidup sampai meninggal.
IV.
Bentuk Upacara Kematian Konghucu
- Makna
kematian dalam Agam Konghucu
Makna
kematian dalam agama Konghucu merupakan rasa sakit hati seseorang anak kepada
orang tuanya. Menurut mereka orang tua itu sangat berjasa karena ornag tua di
waktu hidupnya sudah membesarkan anak-anaknya dari kecil hingga dewasa. Karena
itu seorang anak diwajibkan untuk berbakti, hormat dan mendoakan orang tuanya
diwaktu meninggal agar mendapatkan ketenangan dan kebahagiaan didalam sana.
Menurut Ws. T. M Suharja makna kematian dalam Agama Konghucu adalah sebagai
berikut :
- Anak
melakukan bakti kepada orang tua dalam tiga hal yaitu :
·
Harus
merawat pada saat dia dalam kesusilaan
·
Memakamkannya
ketika ia meninggal dunia
·
Menyembahyangkan
walaupun jarak juah
- Mendoakan
orang yang telah meninggal dunia supaya rohnya mendapat ketenangan dan
kedamaian di tempat yang abadi disisi Tuhan.
- Pewaris
nilai-nilai atau norma-norma melalui proses sosialisasi.
- Cara
merawat jenazah
·
Membersihkan
·
Mengganti
pakaian jenazah
·
Tempat
yang khusus untuk jenazah dan menggunakan kain yang berwarna dan corak bunga
·
Peti
jenazah
·
Sembahyang
·
Peti
ditaburi sesaju dengan mantra
·
Meletakkan
tujuh buah mata uang logam
·
Memukul
paku peti, searah dengan jarum jam.
- Proses
upacara Kematian
o Surat do’a Jib Hok : pengurusan jenazaH
o Surat do’a Mai Song :
pemberangkatan jenazah
o Surat do’a Sang Cong : tempat penguburan
o Surat do’a Jib Gong : sembahyang dengan untuk memohon izin Tuhan.
o Surat do’a Ngokok : manusia mencari nafkah[12]
Dengan adanya kaitan
dengan pengaruh Tiongkok. Pada saat pemberangkatan jenasah, semangka yang
dipakai di meja sembahyang dibanting hingga hancur ketika peti akan diangkat ke
mobil jenasah. Ada cerita tentang kaisar Li Shimin [Li SeBin] yang mengunjungi
neraka. Buah semangka yang dihancurkan ini adalah untuk para penghuni neraka
yang sangat kehausan. Hiolo dan potret
almarhum dibawa oleh anak lelakinya dengan diikat di badannya menggunakan kain
blacu, serta ikut di mobil jenasah, sepanjang perjalanan ke
pemakaman/krematorium, [gincua] disebar di jalan. Jaman
dahulu, peti jenasah digotong ke kuburan, dan anggota keluarga berlutut
[paikui] di tiap jembatan yang dilalui.
Setelah pemakaman,
anggota keluarga menjalani masa berkabung (memakai putih) [TuaHa] atau
[TuaPeq]. Masa berkabung ini berbeda-beda sesuai dengan hubungan dengan almarhum.
Untuk anak biasanya diambil 1 atau 3 tahun. Khonghucu mengatakan seorang anak
bergantung kepada orang tuanya, setidaknya sampai berusia 3 tahun, maka ketika
orang tuanya meninggal, ia harus melakukan masa perkabungan selama 3 tahun. Untuk
cucu dan buyut, masa berkabungnya bisa diambil waktu yang lebih pendek,
misalnya 1 tahun atau 100 atau 49 atau 7 hari.
Kuburan Tionghoa
terdiri dari dua bagian utama. Yang pertama adalah "mu qiu"
atau tempat dimana peti jenazah dikuburkan. Mu gui ( bukit kuburan). Saya sebut
bagian pertama untuk tidak membingungkan. Bagian ke dua itu terdiri dari
beberapa bagian. Ada tembok yang mengelilingi mu gui, bagian depan disekeliling
dibelakang batu nisan disebut mu an qian kao ( tembok yang mengelilingi
peti jenazah dikuburkan ) dan dibagian belakang disebut mu an hou kao.
Tepat dibelakang batu
nisan, disebut mu jian atau bahu. Didepan batu nisan ada meja. Jika kita ke
kuburan orang Tionghoa, kita bisa lihat di sisi kiri dan kanan depan batu nisan
ada bangunan atau tembok yang mengelilingi ruang di depan batu nisan. Bangunan
itu disebut qu shou ( lekukan tangan ) dan kadang disebut mu shou atau tangan
kuburan. Kemudian ada altar untuk Hou Tu ( ratu bumi atau bunda bumi ). Jika
tidak ada altar Ratu Bumi biasanya digantikan dengan altar Tudi gong (kakek
bumi ) atau Fushen ( dewa rejeki ). Paling depan dibagian ke dua adalah mucheng
atau tembok yang membatasi kuburan ( wilayah yin ) dengan tempat diluar. Kuburan
yang tidak ada mu an, tetap memiliki mu shou. Ini melambangkan yang meninggal
itu tetap menjadi satu bagian dari keluarga yang ditinggalkan. Mucheng dibuat
karena berdasarkan keyakinan bahwa diantara dua dunia itu memiliki pembatas. Fungsi
mu an semacam benteng dari erosi tanah yang disebabkan oleh hujan dan bentuk kuburan
yang bulat sebenarnya memiliki fungsi sebagai pembuangan air.
Untuk ukuran kuburan,
biasanya menggunakan meteran fengshui. Meteran fengshui ini sebenarnya terbagi
dua bagian yaitu meteran Wengong dan meteran Dinglan. Meteran yang digunakan
untuk kuburan adalah meteran Dinglan. Menurut kepercayaan Tiongkok purba,
manusia yang meninggal adalah Yin dan kembali ke Yin atau bumi. Dan bumi
direpresentasikan sebagai Ratu atau Bunda.[13]
-
Konfusius
dipercaya ada di Surga ( Kaprahisme )
Konfusius
melakukan perjalanan ke banyak kerajaan untuk menyebarkan pandangannya. Suatu
kali ia meninggalkan Kerajaan Wei untuk Kerajaan Chen melalui kota Kuang.
Orang-orang di Kota Kuang mengira Konfusius sebagai Yang Hu pemberontak dari
Lu. Memang, Penampilan Konfusius sekilas tampak seperti Yang Hu. Sebelumnya
Yang Hu pernah menyerang Kuang , dan orang-orang di Kota Kuang yang membenci
Yang Hu sangat banyak, sehingga mereka mengepung Konfusius dan para
pengikutnya. Situasi menjadi sangat tegang, dan para muridnya menjadi khawatir.
Untuk
menenangkan para muridnya, Konfusius berkata, "Sepeninggal Raja Wen dari
Zhou maka sistem budaya Zhou telah diwariskan kepadaku jika surga/langit ingin
sistem itu punah, maka tidak akan ada mengizinkan saya untuk melestarikannya.
Jika surga tidak ingin sistem untuk untuk punah, maka apa yang dapat yang dapat
dilakukan masyarakat Kota Kuang kepada saya? " Setelah Konfusius dan para
pengikutnya dikepung selama lima hari penuh, mereka akhirnya keluar dari
bahaya.( karena orang Kuang sadar bahwa mereka salah duga ).
Selama
masa hidupnya Konfusius pergi ke berbagai kerajaan, ia sering kali menemukan
situasi yang sama .. Konfusius sekali menemukan orang yang ingin menyakitinya.
" Konfusius berkata, "Surga menganuugerahkan kebajikan kepada
saya,maka Apa yang bisa dia lakukan untuk saya?." ( Huan Tui ) Layaknya
seorang nelayan yang mau menebar jala, pastilah ia melakukan pada kolam yang
ada ikannya, Konfusius bersusah payah menebarkan ajarannya sebab Konfusius
yakin bahwa ada "surga" jika mau menjalankan dan mengikuti ajarannya.
Hanya
orang dungu yang mengatakan bahwa Konfusius tidak mengajarkan
"afterlife", bedanya Konfusius adalah seorang yang sangat jujur dan
ilmiah, dalam logika Konfusius bagaimana bicara "after" sementara
"before" aja belum dijalankan dengan baik Jikalau ada yang terlalu
sibuk bicara "after" dan mekesampingkan "before" pastilah
orang itu penganut "kaprahisme”.[14]
[1]
Samsudin Nur, SKRIPSI : Upacara Perkawinan dalam Agama Konghucu. Jakarta
2006. Hal. 10
[2]
Ibid hal. 11-12
[3]
Ibid 12-15
[4] Ibid hal.26
[5] M. Ikhsan Tanggok, Mengenal
Lebih Dekat Agama Konghucu di Indonesia,
h.121
[6] M. Ikhsan Tanggok, Mengenal
Lebih Dekat Agama Konghucu di Indonesia,
h. 122
[7] Ibid hal. 123
[8]
Samsudin Nur, SKRIPSI : Upacara Perkawinan dalam Agama Konghucu. Jakarta
2006. Hal. 29-30
[9]
M. Ikhsan Tanggok, Mengenal Lebih Dekat
Agama Konghucu di Indonesia, h. 132
[11]
Nurhikmah, SKRIPSI : UPACARA KEMATIAN DALAM AGAMA KONGHUCU, BOGOR 2006,
hal 8-13
[12]
Tanggok Ikhsan, Mengenal Lebih Dekat “Agama Konghucu” di Indonesia, Pelita
Kebijakan Jakarta 2005, hal.139-140
[13]
http://www.confucian.me/group/allabouttionghoa/forum/topics/berbagai-tata-cara-upacara,
pukul 20.00 , 20-1-03-2012
[14]
http://www.confucian.me/forum/topics/konfusius-dipercaya-ada-di?,
Pukul : 19.23 , 20-march-2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar